Komisi II Tegaskan Pembentukan DOB Tunggu Pengesahan Dua Peraturan Pemerintah

29-04-2025 / KOMISI II
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, saat memimpin rapat kerja dan rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI dengan Wakil Menteri Dalam Negeri dan pemerintah daerah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025). Foto: Munchen/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan bahwa pembentukan daerah otonomi baru (DOB) masih harus menunggu pengesahan dua peraturan pemerintah (PP) terkait penataan daerah. Hal ini mengingat pemerintah hingga kini masih menerapkan kebijakan moratorium pembentukan DOB.

 

“Kami tidak bicara soal moratorium, kami bicara PP dulu. Kalau PP-nya sudah selesai, nanti kita bisa melihat apakah kondisi wilayah yang ada saat ini sudah ideal atau belum. Kalau ternyata jauh dari ideal, baru kita bicara pemekaran. PP ini akan memuat cetak biru kebutuhan pemekaran atau penggabungan wilayah di Indonesia dalam jangka panjang,” ujar Rifqi usai rapat kerja dan rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI dengan Wakil Menteri Dalam Negeri dan pemerintah daerah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025).

 

Ia menambahkan, keberadaan dua PP tersebut penting untuk mencapai keseimbangan jumlah wilayah tanpa membebani keuangan negara. Saat ini, dua PP tersebut belum diterbitkan. Namun, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, terdapat 341 usulan pemekaran yang telah masuk.

 

Rifqi menekankan bahwa pembahasan pembentukan DOB tidak dapat dilakukan secara parsial berdasarkan wilayah, melainkan harus dimulai dari desain besar, rumusan, dan formula secara nasional. Jika dua PP tersebut telah disahkan, maka penilaian atas usulan pemekaran bisa dilakukan secara objektif.

 

“Kalau dua PP ini selesai, kita bisa memproyeksikan hingga 100 atau 200 tahun ke depan: berapa jumlah provinsi yang ideal, jumlah kabupaten/kota, serta daerah dengan status kekhususan atau keistimewaan. Sekarang ini kan baru ramai dibicarakan soal Solo, padahal yang dibutuhkan adalah indikator dan peta kebijakan yang menyeluruh,” lanjutnya.

 

Politisi Fraksi Partai NasDem itu menjelaskan bahwa untuk mencapai titik keseimbangan wilayah, diperlukan dua mekanisme: pemekaran dan penggabungan daerah. Selama ini, kata Rifqi, yang terjadi hanya pemekaran, sementara banyak daerah hasil pemekaran ternyata tidak berkembang secara optimal. Padahal, menurut Undang-Undang Pemerintahan Daerah, penggabungan daerah juga dimungkinkan secara hukum.

 

Sebagaimana diketahui, dalam rapat sebelumnya bersama Komisi II DPR RI, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, menyebutkan bahwa hingga April 2025, pihaknya menerima 42 usulan pembentukan provinsi, 252 usulan kabupaten, 36 kota, enam daerah istimewa, dan lima daerah yang mengajukan status daerah khusus. (ayu/aha)

BERITA TERKAIT
Legislator Minta MK Bijak Putuskan Gugatan untuk Batalkan Keputusan Pemisahan Pemilu
06-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf minta MK bijak dalam memutuskan gugatan untuk membatalkan putusan MK...
Komisi II Sambut Positif Usulan RUU BUMD, Standardisasi Kompetensi SDM Jadi Kunci
31-07-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menyatakan bahwa pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah...
Komisi II Dorong Penguatan GTRA untuk Selesaikan Konflik Agraria di Daerah
29-07-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Ternate – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinnizamy Karsayuda, menegaskan pentingnya optimalisasi Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di seluruh...
Reforma Agraria Harus Berpihak pada Rakyat, Tanah Menganggur Wajib Dievaluasi
29-07-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Ternate — Anggota Komisi II DPR RI, Rusda Mahmud, menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan penyelesaian berbagai persoalan pertanahan di daerah,...